https://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/issue/feedYurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum2025-08-16T14:49:56+07:00Humiatihumiati@unmerpas.ac.idOpen Journal Systemshttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/193PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT KEJAKSAAN2025-08-16T14:49:47+07:00Heriyanto Heriyantoherryanto0589@gmail.comRonny Winarnoronnywinarno@unmerpas.ac.idWiwin Ariestawiwinariesta@unmerpas.ac.idPada tahun 2020 Jaksa Agung mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang didalamnya mengatur penyelesaian tindak pidana ringan melalui <em>restorative justice. </em>Pengertian <em>restorative justice </em>adalah salah satu upaya penyelesaian perkara tindak pidana dengan cara pemulihan hubungan antara pelaku, korban dan keluarga korban. Pada aturan tersebut di atas tindak pidana narkotika dikecualikan untuk dilakukan <em>restorative justice.</em> Sedangkan pada tahun 2021 Jaksa Agung mengeluarkan Pedoman Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas <em>Dominus Litis</em> Jaksa. Ada 2 (dua) rumusan masalah pada jurnal ilmiah ini yaitu (1) Bagaimana prinsip hukum penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan <em>restorative justice </em>di tingkat kejaksaan. (2) Bagaimana mekanisme penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan <em>Restorative justice</em> di tingkat kejaksaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian adalah (1) Prinsip hukum penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan <em>restorative justice </em>di tingkat kejaksaan sebagaimana Pedoman Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 harus sesuai dengan prinsip hukum keadilan restorative dan memenuhi syarat <em>restorative justice </em>secara umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020. (2) Mekanisme penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan narkotika di tingkat kejaksaan yaitu tersangka yang disangkakan bersalah dengan Pasal 127 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta tersangka secara sukarela untuk dilakukan rehabilitasi dan lain sebagainya.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/194IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE DALAM KEWENANGAN KEJAKSAAN SELAKU PENUNTUT UMUM DALAM ASAS DOMINUS LITIS SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA2025-08-16T14:49:48+07:00Ella Agusti Nawangsarinawangella@gmail.comRonny Winarnoronnywinarno@unmerpas.ac.idYudhia Ismailyudhiaismail@gmail.comTindak pidana sering diselesaikan melalui sistem hukum, namun hal ini sering dipandang kurang adil. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui kedudukan penuntut umum menurut asas dominus litis dalam mengimplementasikan restorative justice dalam sistem peradilan pidana dan kekuatan hukum suatu perkara pidana yang diselesaikan melalui restorative justice dalam tingkat penuntutan. Metode yang digunakan yaitu jenis kajian hukum yuridis normatif. Kajian yuridis normatif berusaha menemukan aturan hukum dalam arti das sollen. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Bahan Hukum Primer, bahan hukum berkekuatan mengikat, yaitu UUD NRI Tahun 1945, peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, doktrin dan traktat. Sedangkan bahan Hukum Sekunder, dokumen-dokumen hukum berisikan elemen-elemen hukum dasar. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui hasil-hasil penelitian yang selaras dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu (card sistem). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kedudukan penuntut umum menurut asas dominus litis, mengimplementasikan restorative justice pada sistem peradilan pidana adalah sebuah pilihan jelas bahwa hanya JPU yang secara absolut dan monopoli berhak untuk melakukan penuntutan. Dimana hal ini mengartikan, badan lain selain JPU tidak berhak atas penuntutan dan penyelesaian perkara pidana termasuk dalam hal pendekatan restorative justice pada tahap penuntutan. Kekuatan hukum suatu perkara pidana yang menerapkan restorative justice pada tingkat penuntutan belum memiliki aturan perundang-undangan yang pasti dan mengatur secara spesifik terkait pengaturan penyelesaian restorative justice di luar pengadilan.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/195PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN OPTICAL NETWORK TERMINAL (ONT).2025-08-16T14:49:48+07:00Ahmad Baidowiahmadbaydowi14@gmail.comDwi Budiartidwibudiarti56@gmail.comWiwin Ariestawiwinariesta@unmerpas.ac.id<span lang="EN">Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maju memberi ruang bagi kejahatan yang lebih banyak bentuk maupun cara yang digunakan. Salah satunya pencurian modem wifi yang dilakukan mantan pegawai teknisi WiFi. Terkait permasalahan yang dihadapi dalam penulisan ini yaitu pencurian Optical Network Terminal (ONT) oleh mantan teknisi jaringan internet wifi, para pelaku menggunakan berbagai modus untuk melakukan tindak pidana pencurian. Salah satunya adalah menyamarkan diri dengan melakukan pencurian sambil mengenakan seragam dan membawa kartu tanda pengenal, status pelanggar adalah mantan karyawan (mantan teknisi). Kajian ini ditujukan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana yang berlaku bagi pelaku pencurian optical network terminal (ONT) serta tindakan untuk mengidentifikasi modus operandi yang digunakan pelaku.</span>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/196PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM ATAS TINDAKAN NOODWEER SEBAGAI UPAYA PEMBELAAN DIRI2025-08-16T14:49:49+07:00Erlangga Satria Hutamaerlangga.spenix@gmail.comMuhammad Mashurimashuri@unmerpas.ac.idWiwin Ariestawiwinariesta@unmerpas.ac.idAdanya kesalahan memiliki peran utama dalam menentukan tanggung jawab pidana terhadap pelaku tindak pidana, karena kesalahan menjadi faktor kunci dalam menilai apakah seseorang layak mendapat hukuman atau tidak. Namun, dalam sistem hukum pidana, terdapat beberapa dasar yang dapat membuat hakim memutuskan untuk tidak memberikan hukuman kepada terdakwa dalam persidangan atas perbuatannya yang melanggar hukum. Dasar-dasar tersebut dikenal sebagai alasan penghapusan pidana. Salah satu bentuk regulasi terkait alasan penghapusan pidana adalah konsep tindakan pembelaan terpaksa atau <em>Noodweer</em>. Tindakan yang diambil dengan niat membela diri, orang lain, moralitas, atau kepemilikan sendiri dan orang lain tidak dikenai sanksi pidana karena memenuhi syarat sebagai pembelaan yang menghapuskan unsur pelanggaran hukum dari suatu perbuatan pidana. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan seseorang dapat dianggap sebagai tindakan yang tepat dan sah. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terkait bentuk perlindungan hukum serta tujuan hukum penghapusan pidana atas tindakan <em>noodweer </em>sebagai upaya pembelaan diri berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Donggala 32/Pid.B/2021/PN Dgl.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/197PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS ELEKTRONIK DITINJAU DARI PASAL 14 AYAT (1) HURUF a UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL2025-08-16T14:49:49+07:00Nur Indah Sari Dewisariindahndahindah@gmail.comHumiati Humiatihumiatiariyono@gmail.comKristina Sulatrikristinasulatri@gmail.comKekerasan seksual berbasis elektronik adalah bentuk kejahatan barui di dunia maya yang semakin marak terjadi di masyarakat, teruitama ketika dunia telah memasuki zaman modern yang hampir semua kegiatan dilakukan secara digital. Pelaku kejahatan kekerasan seksual berbasis elektronik memanfaatkan fasilitas teknologi berupa jaringan internet dengan menjadikan media sosial sebagai tempat pelaku melancarkan aksinya untuk menyebarluaskan konten pornografi milik korban atas dasar balas dendam. Peneilitian ini dilakuikan untuk mengkaji ketentuan hukum mengenai perlinduingan hukum bagi korban kekerasan seksual berbasis elektronik. Perlindungan hukum yang diberikan berbentuk preventif sebagai upaya pencegahan supaya tidak terjadi kekerasan seksual. Bentuknya dapat berupa peningkatan pemahaman bentu-bentuk kekerasan seksual sebagaimana diatur pada Pasal 4 UUTPKS, maupun peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah maupun situasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan seksual. Adaun perlindungan hukum represif dalam bentuk penjatuhan sanksi bagi pelaku, pembayaran ganti rugi maupun pendampingan dan rehabilitasi bagi korban untuk memulihkan kondisi fisik maupun psikisnya. Untuk memulihkan harga diri dan kehormatannya. Tujuan hukum yang hendak dicapai yaitu memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/150ASAS OPORTUNITAS PADA KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENGHENTIAN PENUNTUTAN PERKARA PIDANA UMUM2025-08-16T14:49:50+07:00Siti Mujiana Anggreanianaanggreani0@gmail.comMuhammad Mashurimashuri@unmerpas.ac.idWiwin Ariestawiwinariesta@unmerpas.ac.idPengaturan asas oportunitas menjadi penting dalam sistem peradilan pidana guna untuk memastikan bahwa aturan terkait asas oportunitas tidak menjadi aturan yang disalahgunakan. Adanya asas oportunitas dalam perkara tindak pidana yang dilakukan demi kepentingan umum menjadi kewenangan Jaksa Agung untuk menerapkannya. Jaksa Agung dapat berkonsultasi kepada pejabat tinggi negara lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dilakukan <em>deponering</em>. Kepentingan umum dapat dijadikan sebagai dasar penutupan perkara penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk tidak melakukan penuntutan terhadap suatu perkara tindak pidana tersebut sebab terdapat kepentingan umum lain yang lebih besar daripada melanjutkan proses peradilan pidana tersebut dilanjutkan. Parameter kepentingan umum di Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu UUD NRI Tahun 1945. Selain kepentingan umum, sebab dihentikannya penuntutan dapat terjadi jika didasari oleh kepentingan hukum antara lain terdakwa meninggal dunia, termasuk perkara <em>nebis in idem</em> dan juga daluwarsa. Atas sebab-sebab tersebut dapat dilakukan penghentian perkara sebab kepentingan hukum.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/198PENERAPAN ASAS RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA CUKAI TERHADAP KEPEMILIKAN ROKOK TANPA CUKAI2025-08-16T14:49:50+07:00Asia Wahyu Andiniandiniasia8@gmail.comKristina Sulatrikristinasulatri@unmerpas.ac.idMuhammad Mashurimashuri@unmerpas.ac.id<span lang="id">Konsumsi rokok di Indonesia sangat tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya minimnya pemahaman masyarakat mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan oleh rokok. Rokok adalah salah satu aspek kontributor penerimaan negara karena cukai atau pajak yang didapatkan dari rokok sangat tinggi. Perindustrian rokok yang mengalami kemajuan pesat menimbulkan banyaknya produsen yang tidak taat atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sehingga memilih cara ilegal dengan memproduksi rokok tanpa cukai. Sementara cukai itu sendiri adalah bea masuk yang dilakukan pemerintah kepada barang-barang dengan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh negara. Tentunya kondisi ini dapat merugikan negara dan produsen swasta lainnya yang taat pajak atau cukai. </span><span lang="id">Perbuatan pidana di bidang cukai tidak diklasifikasikan sebagai kejahatan melainkan sebagai suatu pelanggaran. Dalam proses penyelesaian suatu tindak pidana terdapat suatu asas hukum yang menjadi dasar hukum positif yaitu <em>Restorative justice,</em>merupakan salah satu metode pendekatan <span>dalam menyelesaikan kasus pidana. Berbeda dengan sistem peradilan pidana tradisional, pendekatan ini menekankan pada partisipasi langsung pelaku kejahatan sebagai subyek hukum, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana.</span></span>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/199ANALISA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN PERKARA NOMOR 601/PID.B/2021/PN BTM TENTANG PEMALSUAN HASIL POLYMERASE CHAIN REACTION2025-08-16T14:49:51+07:00Amrillah Amrillahamrillah036@gmail.comDwi Budiartidwibudiarti56@gmail.comRonny Winarnoronnywinarno@unmerpas.ac.idPenulisan jurnal ini mengkaji perihal tindak pidana pemalsuan hasil <em>Polymerase Chain Reaction </em>(PCR). Penulis melakukan kajian terkait permasalahan ini dengan maksud untuk memahami pertimbangan hakim tentang pemalsuan surat pada Pasal 263 ayat (1) KUHP serta untuk mengetahui terjadi konflik norma terhadap pemalsuan hasil <em>Polymerase Chain Reaction</em> putusan pengadilan nomor 601/Pid.B/2021/PN Btm. Maka, pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Untuk memudahkan dalam pemecahan problem yang menjadi inti dari permasalahan ini diperlukan adanya pendekatan kasus, yang melibatkan melihat kasus yang relevan dengan masalah saat ini dan memiliki efek hukum yang berkuatan tetap. Bahwa hakim harus bertindak tegas mengenai pemalsuan surat hasil PCR yang dilakukan pada pandemi covid-19, karena seseorang yang melakukan tindak pidana pemalsuan guna untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Oleh karena itu, penegak hukum harus menjatuhkan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan negara saat ini. Ada peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh majelis hakim yang saling bertentangan.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/190TINDAKAN BUNUH DIRI KORBAN PERUNDUNGAN DIKAJI DARI PASAL 345 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA2025-08-16T14:49:52+07:00Diaz Anang Wahyu Pranamadiazanangwp@gmail.comDwi Budiartidwibudiarti56@gmail.comKristina Sulatrikristinasulatri@gmail.comTindakan perundungan merupakan fenomena yang masih sering terjadi di masyarakat, di mana pelaku melakukan intimidasi atau kekerasan terhadap korban untuk memenuhi kepuasan pribadi mereka. Dalam banyak kasus, pelaku akan terus mencari korban tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan. Hal ini sangat serius karena efeknya dapat sangat luas dan berdampak negatif yang mendalam. Korban perundungan seringkali mengalami depresi yang berkepanjangan dan terpuruk secara emosional, bahkan ada yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Dalam konteks ini, penting untuk dipahami bahwa tindakan perundungan bukan hanya masalah perilaku individual, tetapi juga menyangkut aspek hukum dan kesejahteraan sosial. Pelaku perundungan harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku, dan penting untuk memahami bagaimana tindakan mereka dapat mengakibatkan konsekuensi yang sangat serius, seperti kematian korban akibat bunuh diri. Oleh karena itu, penulisan jurnal ini akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang unsur-unsur Pasal 345 KUHP serta teori kausalitas untuk memahami hubungan sebab-akibat dalam kasus perundungan yang berujung pada tindakan bunuh diri korban.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/200PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU PEMBEGALAN YANG MENYEBABKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA2025-08-16T14:49:52+07:00Maghfiratul Ismimaghfiratulismi@gmail.comRonny Winarnoronnywinarno@unmerpas.ac.idHumiati Humiatihumiatiariyono@gmail.com<span lang="EN">Tindak pidana begal di wilayah Pengadilan Negeri Bangil merupakan contoh nyata dari pencurian yang disertai dengan kekerasan, yang seringkali berujung pada permasalahan sosial yang meresahkan masyarakat. Kasus begal ini tidak hanya melibatkan pencurian, tetapi sering kali juga mengakibatkan hilangnya nyawa korban, menggambarkan betapa seriusnya tindak pidana tersebut. Tindakan ini jelas melampaui batas kemanusiaan dan memerlukan penanganan tegas dari aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan. Dalam kasus begal, pelaku umumnya tidak dapat mengajukan alasan pemaaf atau pembenar untuk menghindari pertanggungjawaban pidana, karena perbuatannya melibatkan kekerasan ekstrem yang mengancam jiwa korban. Dalam konteks hukum, pertanggungjawaban pidana adalah langkah yang harus diambil, sesuai dengan pertimbangan hakim dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku begal yang yang menyebabkan matinya seseorang dalam Putusan Nomor 305/Pid.B/2021/PN.Bil, serta untuk menjelaskan dasar pertimbangan hakim ketika memutus serta mengadili tindak pidana pembegalan. Melalui analisis ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana sistem peradilan menangani kasus tindak pidana begal dan langkah-langkah yang diambil untuk memastikan keadilan bagi korban serta mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.</span>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/201ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 290 K/PID/2017 TENTANG TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP PEMBAYARAN HUTANG DENGAN MENGGUNAKAN CEK KOSONG2025-08-16T14:49:53+07:00Sri Handayanisrihandayani87942@gmail.comAchmad Sukronahmadsukron@unmerpas.ac.idIstijab Istijabistijabistijab64@gmail.comCek kosong merupakan cek yang diserahkan kepada bank tetapi tidak dapat diuangkan karena dana nasabah tidak mencukupi. Pembayaran hutang menggunakan cek kosong termasuk dalam perbuatan pidana penipuan termuat pada Pasal 378 KUHP. Tujuan dari penulisan ini guna mengetahui perbandingan pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim pada Tingkat Kasasi, Banding, dan Pengadilan Negeri serta menjelaskan unsur-unsur terhadap putusan perkara Nomor 290 K/PID/2017 terkait tindak pidana penipuan terhadap pembayaran hutang dengan menggunakan cek kosong dengan menggunakan pendekatan kasus. Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana penipuan yang menggunakan cek sebagai alat pembayaran dalam kerja sama yang dilakukan. Dalam kasus ini, terdakwa tidak beritikad baik terhadap korban, dan perbuatan terdakwa memenuhi kriteria penipuan. Berdasarkan analisis putusan, maka dapat memberikan kesimpulan bahwa majelis hakim memiliki perbedaan pertimbangan pada Tingkat Pertama, Banding dan kasasi, dan memiliki persamaan <em>Ratio Decidendi</em> pada Tingkat Pertama dan Kasasi. Sebagaimana unsur-unsur yang tepat untuk diterapkan dalam perkara ini yaitu unsur yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan, karena perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah perbuatan yang melanggar hukum pidana. Serta terpenuhinya unsur-unsur pada Pasal 378 KUHP hingga terdakwa layak untuk mendapat sanksi pidana.2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/181PENEGAKAN HUKUM TERHADAP WARGA NEGARA ASING YANG MENGEDARKAN NARKOTIKA DI INDONESIA (Studi kasus putusan perkara Nomor 189/Pid.Sus/2023/PN.Dps)2025-08-16T14:49:53+07:00Robby Aji Pangesturobbyaji026@gmail.comWiwin Ariestawiwinariesta@unmerpas.ac.idIstijab Istijabistijabistijab64@gmail.com<p>Pengedaran narkotika adalah perbuatan penyaluran dan penyerahan narkotika. Pengedar dapat melakukan dan terlibat dalam hal-hal seperti menjual, membeli, mengangkut, menyimpan, menguasai, menyediakan, mengekspor serta mengimpor narkotika, Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan diancam dengan pidana. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana pengaturan hukum bagi warga negara asing yang mengedarkan narkotika di Indonesia dan pengakan hukum terhadap warga negara asing yang mengedarkan narkotika di Indonesia sebagaimana studi kasus putusan perkara nomor 189/Pid.Sus/PN.Dps. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan 2 pendekatan penelitian yakni pendekatan undang-undang (<em>statue approach</em>) dan pendekatan kasus (<em>case approach</em>). Hasil penelitian ini yaitu pengaturan hukum bagi warga negara asing yang mengedarkan narkotika di Indonesia dijatuhi sanksi sebagaimana aturan yang terdapat pada UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang berlaku di Indonesia serta penegakan hukum terhadap warga negara asing yang mengedarkan narkotika di Indonesia dalam studi kasus putusan perkara nomor 189/Pid.Sus/PN.Dps, dimana dalam kasus tersebuat telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana narkotika pada Pasal 113 Ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sehingga berdasarkan asas teritorial penegakan hukum terhadap warga negara asing yang mengedarkan narkotika di Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia.</p>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/202KEKUATAN HUKUM REKOMENDASI KOMISI YUDISIAL TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI HAKIM DITINJAU DARI PASAL 22 AYAT (1) HURUF e UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL2025-08-16T14:49:54+07:00Ratih Trisianaratihtrisiana28@gmail.comAchmad Sukronahmadsukron@unmerpas.ac.idHumiati Humiatihumiatiariyono@gmail.com<p>Salah satu lembaga independen negara adalah Komisi Yudisial yang dalam kewenangannnya adalah menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dengan melakukan pengawasan terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Pengawasan oleh Komisi Yudisial dilakukan dengan memeriksa hakim yang diduga melakukan pelanggaran yang kemudian hasilnya berupa rekomendasi yang disampaikan ke Mahkamah Agung serta tindasannya disampaikan ke Presiden dan DPR. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum rekomendasi Komisi Yudisial terhadap pelanggaran kode etik hakim dan akibat hukum yang timbul terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu kajian yang dilakukan dalam tataran norma, kaidah, asas-asas, teori, filosofi, dan aturan hukum guna mencari solusi atas jawaban dari permasalahan baik dalam bentuk kekosongan hukum, konflik norma, atau kekaburan norma. dilihat dari sifat hukum, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Yudisial tidak bersifat mengikat, sehingga kekuatan hukumnya pun lemah. Akibat hukum yang ditimbulkan adanya pelanggaran kode etik hakim adalah tidak tercapainya tujuan hukum akibat hukum bagi profesi hakim sendiri.</p>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/170AKIBAT HUKUM BAGI MASYARAKAT YANG MERINTANGI PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN DI LOKASI KEBAKARAN2025-08-16T14:49:55+07:00Tegar Ade Ramadhanietedinofais2311@gmail.comYudhia Ismailyudhiaismail@unmerpas.ac.idIstijab Istijabistijabistijab64@gmail.com<p>Kebakaran merupakan hal yang sering terjadi yang dapat menghanguskan kebutuhan dasar masyarakat yaitu pangan, sandang, dan papan. Selalu ada ancaman kebakaran sumber daya di sekitar masyarakat yang dapat mengganggu ketahanan ekonomi, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Adanya perkembangan dan kemajuan pembangunan yang semakin pesat, resiko terjadinya kebakaran semakin meningkat. Maka berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti Akibat Hukum Bagi Masyarakat yang Merintangi Petugas Pemadam Kebakaran di Lokasi Kebakaran. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif, berdasarkan studi kepustakaan, dilakukan dengan mencari, mengutip, mencatat, menginventarisasi, menganilisis, dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan. Ruang lingkup penelitian ini sebatas pembahasan tentang akibat hukum bagi masyarakat yang merintangi petugas pemadam kebakaran di lokasi kebakaran dan terkait peraturan hukumnya. Bentuk Tindakan yang merintangi petugas pemadam kebakaran di lokasi kebakaran dapat berupa menghalangi akses jalan, penyerangan fisik atau verbal, penyebaran informasi palsu, penghasutan, menyembunyikan informasi atau bukti, penutupan informasi kepada petugas, dan perusakan alat atau kendaraan petugas. Pengaturan hukum tentang kebakaran ini meliputi Undang -Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Keadaan Darurat Bencana, Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanggulangan Kebakaran, dan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Keselamatan Kebakaran.</p>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukumhttps://yurijaya.unmerpas.ac.id/index.php/fakultas_hukum/article/view/148PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BANK YANG MENGHILANGKAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH AGUNAN2025-08-16T14:49:55+07:00Hikmatus Sa'diyahhikmatuss123@gmail.comAhmad Sukronahmadsukron@unmerpas.ac.idYudhia Ismailyudhiaismail@gmail.com<p>Pada perekonomian suatu negara peran perbankan sangat penting. Bank tidak hanya bertanggung jawab atas pengumpulan dan penyimpanan dana masyarakat, tetapi juga melaksanakan berbagai kegiatan usaha seperti penyaluran pinjaman. Untuk menjaga keamanan bagi pemberi pinjaman, pemberian pinjaman harus disertai dengan jaminan. Dalam beberapa kasus, terjadi situasi di mana bank secara tidak sengaja kehilangan atau menghilangkan sertifikat hak milik atas tanah agunan. Dengan demikian, penulisan ini bertujuan untuk menemukan bentuk pertanggungjawaban dari pihak bank yang telah menghilangkan sertifikat haki milik atas tanah tersebut dan bentuk penegakan hukum bagi bank yang terlah menghilangkan sertifikat atas tanah agunan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang menggunakan jenis data sekunder sebagai fokus utama. Data tersebut terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Data yang telah diperoleh dari sumber bahan hukum tersebut setelah itu dianalisis. pertanggungjawaban hukum bagi bank dalam ranah perdata melalui unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu mengenai Perbuatan Melawan Hukum, bank diharuskan mengganti kerugian yang sesuai dengan kerugian yang sudah diderita oleh nasabah. Pada hal ini, bentuk upaya hukum nasabah bagi bank yaitu nasabah menggugat secara perdata dengan cara litigasi.</p>2025-08-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum